Perkembangan Moral

 Perkembangan Moral

Ditulis Oleh:
Kurnia Dwi Melvia
PGSD B/3
Pengertian Perkembangan Moral
         Perkembangan moral adalah per- kembangan yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk mengetahui baik dan buruk suatu perbuatan, kesadaran untuk melakukan perbuatan baik, kebiasaan melakukan baik, dan rasa cinta terhadap perbuatan baik. Moral berkembang sesuai dengan usia anak. Moral berasal dari bahasa Latin mores sendiri berasal dari kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat, atau kelakuan. Selanjutnya Salam mengartikan moral sebagai hal-hal yang berkaitan dengan kesusilaan (Salam, 2000:2).
    Di dalam Islam padanan kata yang selalu digunakan untuk kata moral adalah akhlak. Akhlak didefinisikan sebagai perilaku yang terjadi secara spontan pada diri seseorang. Perilaku spontan tersebut digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu akhlak terpuji (akhlaq al-mahmudah) dan perilaku tercela (akhlaq al-mazmumah).

Teori-Teori Perkembangan Moral
1. Teori Psikoanalisa
     Frued (1856-1939) mengembangkannya gagasan tentang teori psikoanalisa dari pekerjaannya dengan para pasien mental. Menurut Sigmud Frued, moralitas muncul antara usia 3 dan 6 tahun. Periode ini dikenal dengan periode munculnya konflik Oedipus dan Electra. Anak-anak usia dini berkeinginan memiliki orangtua yang berbeda jenis, namun menekan keinginan tersebut karena takut hukuman dan kehilangan cinta orangtua. Untuk memelihara cinta orangtuanya, anak-anak membentuk superego, atau kata hati, dengan mengidentifikasi diri dengan orangtua yang berjenis kelamin sama, pada saat itu mereka mengambil standar-standar moral yang menjadi kepribadian mereka (Berk, 2006: 477).
        Menurut teori psikoanalisis orangtua yang paling berpengaruh terhadap perkembangan moral anak. Sekolah dan guru dapat membantu mengembangkan rasa cinta dalam diri anak. Guru dapat menjadi model bagi orangtua yang paling baik bagi anak dan meningkatkan apa yang telah ditanamkankan orangtua pada anak. (Husen dan Postlethwaite, 1988).

2. Teori Kognitif
        Teori perkembangan kognitif, pada awalnya dikemukakan oleh Dewey, dilanjutkan Piaget, dan disempurnakan Kohlberg, dan selanjutnya dikembangkan oleh beberapa peneliti lainnya (Sjarkawi, 2006:45).
a. Jean Piaget
    Jean Piaget adalah pakar psikologi dari Swiss yang hidup dari tahun 1896-1980. Berdasarkan hasil penelitian tersebut Piaget membagi dua tahap perkembangan moral pada manusia. Tahap pertama disebut heteronomous morality ialah tahap pertama perkembangan moral menurut teori Piaget. Tahap ini terjadi pada usia sebelum 7 atau 8 tahun. Keadilan dan aturan-aturan dibayangkan sebagai sifat-sifat dunia yang tidak boleh berubah, yang lepas dari kendali manusia.
            Tahap kedua adalah autonomous morality ialah tahap dimana anak-anak memperlihatkan bahwa mereka menjadi sadar akan aturan-aturan dan hukum-hukum yang diciptakan oleh manusia dan dalam menilai suatu tindakan, seseorang harus mempertimbangkan maksud pelaku dan juga akibat-akibatnya. Tahapan ini terjadi pada anak-anak usia 7-10 tahun.

b. Lawrence Kohlberg
            Lawrence Kohlberg dilahirkan pada tanggal 25 Oktober 1925 di Bronxeville (New York). Tingkatan perkembangan moral pada manusia menurut Kohlberg adalah sebagai berikut:
Pertama, prakonvensional (preconventional). Tingkat ini terjadi pada anak-anak prasekolah atau pelajar sekolah dasar yaitu pada usia 4-10 tahun. Ini adalah tingkat yang paling rendah, pada tingkat ini, anak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral-penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. Tingkat ini dibagi kepada dua tahap: tahap pertama, orientasi hukuman dan ketaatan, dan tahap kedua individualisme dan tujuan. 
Kedua, Konvensional (conventional). Pada tingkat ini, seseorang menaati moral didasarkan pada standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka belum menaati standar-standar orang lain (eksternal), seperti orangtua atau aturan-aturan masyarakat. Tingkat ini dibagi kepada tahap norma-norma interpersonal (seseorang menghargai kebenaran, kepedulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan moral) dan tahap moralitas sistem sosial (pertimbangan moral didasarkan atas pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban). 
Ketiga, Pascakonvensional (postconventional). Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi. Tingkat dibagi kepada dua tahap: tahap hak-hak masyarakat versus hak-hak individual dan tahap prinsip-prinsip etis universal. (Fraenkel, 1977:56).

3. Teori Belajar Sosial
            Albert Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di sebuah kota kecil, Mundare, yang terletak Alberta bagian utara, Kanada. Bandura mengemukakan teori belajar sosial. Belajar menurut teorinya adalah pembelajaran lewat tokoh. Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam belajar dengan proses pembelajaran modeling, yaitu: 
a. Perhatian (attention). Hasil pembelajaran hanya dapat dicapai dengan baik jika ada perhatian terhadap model yang akan ditiru. Oleh sebab itu model-model yang harus ditiru mesti dibuat semenarik mungkin. Misalnya model yang berwarna dan dramatik, atraktif, bergengsi, kompeten akan lebih menarik perhatian. Bagi anak-anak model-model yang mirip dengan dirinya akan lebih menarik perhatiannya.
b. Ingatan (retention). Seorang yang belajar meniru sesuatu harus mengingat apa yang telah diperhatikannya. Dia harus menyimpan informasi dari pengamatan yang dilakukannya kemudian membawanya ke dalam imajinasi atau diskripsi sehingga dia dapat melakukan hal yang diamatinya. 
c. Reproduksi. Pada tahap ini reproduksi perilaku yang ditiru dari model.
d. Motivasi. Seseorang akan melakukan peniruan jika ia termotivasi untuk meniru perilaku tersebut. Bandura menyebutkan empat macam motif: penguatan masa lalu (past inforcement), penguatan yang dijanjikan (promised inforcement), penguatan seolah mengalami sendiri (vicarious inforcement). Bandura melihat bahwa hukuman tidak dapat meningkatkan motivasi sebaik penguatan.

Pengembangan Moral
            Penelitian Masganti (2009) tentang kompetensi moral anak usia dini menujukkan bahwa pengembangan moral anak harus dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu: 
  1. Mengenalkan/mendiskusikan nilai-nilai moral kepada peserta melalui diskusi dilema moral. Misalnya mendiskusikan kebersihan lingkungan: mengapa, siapa, dan bagaimana penyelesaiannya. 
  2. Mengajak peserta didik melakukan alternatif-alternatif yang dipilih dalam melakukan nilai-nilai moral yang telah didiskusikan. Misalnya membuang sampah pada tempatnya atau bersedia mengutip sampah yang ada di lingkungan sekolah. 
  3. Mengajak peserta didik mengenali/mengungkapkan perasaan yang muncul setelah melakukan alternatif pemecahan masalah moral yang dipilih. Misalnya setelah seminggu progam membersihkan sekolah dilaksanakan, siswa dikumpulkan untuk mengatakan berbagai perasaannya setelah melakukan kesepakatan membersihkan lingkungan sekolah. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perkembangan Agama

Perkembangan Emosi