Perkembangan Sosial

 Perkembangan Sosial


Ditulis Oleh:
Kurnia Dwi Melvia 
PGSD B/3

Pengertian Perkembangan Sosial
        Perkembangan sosial merupakan kematangan yang dicapai dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi serta meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
        Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya. Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah muncul sejak usia enam bulan. Saat itu anak telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang.

Bentuk-Bentuk Tingkah Laku Sosial
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan tingkah laku sosial dalam interaksi sosial di antaranya:
  1. Pembangkangan (Negativisme). Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan keinginan anak.
  2. Agresi (Agression). Agresi adalah perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustrasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti: mencubit, menggigit, menendang, dan lain sebagainya.
  3. Berselisih (Clashing). Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain. Anak-anak selalu berselisih pendapat tentang suatu masalah. Misalnya mereka berselisih dalam peraturan permainan yang sedang mereka mainkan. Perselisihan kadang-kadang dapat menyebabkan perkelahian.
  4. Menggoda (Teasing). Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya. Misalnya anak-anak memberi gelar tertentu kepada temannya atau saudaranya untuk membuat mereka marah.
  5. Persaingan (Rivaly). Persaingan adalah Keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestise dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin baik.
  6. Kerjasama (Cooperation). Sikap mau bekerja sama dengan orang lain mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik. Sikap dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain bersama.
  7. Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior). Tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap boss. Wujud dari sikap ini adalah memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya. Tingkah laku berkuasa pada anak-anak selalu menimbulkan perselisihan antar anak. 
  8. Mementingkan diri sendiri (selffishness). Sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya sendiri. Anak-anak menyukai hal-hal yang menguntungkan dirinya. Mereka melakukan sesuatu hal yang dapat menyenangkan dirinya, meskipun hal itu kadang-kadang bertentangan dengan kepentingan atau bahkan merugikan orang lain. 
  9. Simpati (Sympaty). Simpati merupakan sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya. Mereka rela berbagi apa yang mereka miliki.
Teori Perkembangan Psikososial
        Teori perkembangan psikososial digagas oleh Erik Erikson yang lahir di Franfurt pada tanggal 15 Juni 1902 dan wafat pada tahun 12 Mei 1994 di Harwich. Dalam teori Erikson, 8 (delapan) tahap perkembangan yang dilalui manusia dalam siklus kehidupan (Feist dan Feist, 2006). 
  1. Trust vs Mistrust (Percaya vs Tidak Percaya) sejak lahir-1 tahun)
  2. Autonomy vs Shame and Doubt (Otonomi vs Malu atau Ragu-ragu) antara usia 2-3 tahun
  3. Initiative vs Guilt (Inisiatif vs Rasa Bersalah antara 4-5 tahun)
  4. Industry vs Inferiority (industri vs inferior usia 6-11 tahun)
  5. Ego-Identity vs Role Confusion (Identitas Diri vs Kekacauan Peran) usia 12 – 18 atau 20 tahun
  6. Intimacy vs Isolation (Keintiman vs Pengasingan) usia 18/ 19-30 tahun
  7. Generativity vs Stagnation (Perluasan vs Stagnasi) antara usia 20-50 tahun
  8. Integrity vs Despair (Integritas dan Kekecewaan) usia 60 tahun ke atas
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
        Perkembangan sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Keluarga. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan, termasuk perkembangan sosial. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak.
  2. Kematangan. Untuk dapat bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional, di samping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
  3. Status Sosial Ekonomi. Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
  4. Pendidikan. Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
  5. Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi. Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik.
Upaya Mengembangkan Sikap Sosial Peserta Didik
        Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan pendidik untuk mengembang-kan sikap sosial peserta didik antara lain:
  1. Melaksanakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif akan mengembangkan sikap kerjasama dan saling menghargai pada diri peserta didik. Pembelajaran kooperatif akan mendorong peserta didik untuk menghargai kemampuan orang lain dan bersabar dengan sikap orang lain. 
  2. Melaksanakan pembelajaran koloboratif. Pembelajaran kolaboratif akan mengembangkan sikap membantu dan berbagi dalam pembelajaran. Siswa yang lebih pintar bersedia membantu temannya yang belum memahami materi pelajaran yang sedang dibahas. Pembelajaran kolaboratif akan menumbuhkan sikap saling menyayangi di antara peserta didik.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perkembangan Moral

Perkembangan Agama

Perkembangan Emosi